Suatu hari, Muhajiddin dengan penuh semangat mengetik tulisan di blognya. Jarinya dengan lincah terus menulis dan menulis, beberapa menit berlalu sampai satu jam, dua jam, dan dia masih seru dengan tulisannya. Kadang-kadang jarinya berhenti. Otaknya berpikir untuk meramu kata terbaik. Tapi kemudian ia kembali menulis, kembali mengetik. Beberapa jam berlalu dan walau ia masih tidak yakin itu adalah tulisan paling bagus yang ia buat, tapi ia akhirnya menyelesaikannya.
Lalu ia menekan tombol Publikasikan.
Eh, bukannya terpublikasikan malah muncul kolom merah kecil "laman anda tidak bisa disimpan".
Ia terus kekeuh, ia menekan tombol Simpan lalu Publikasikan tapi tetap saja kolom merah itu terus muncul. Setengah jam begitu terus. Kesal dan tidak berpikir panjang, ia ignore kolom merah itu dan menekan tombol Tutup di blog. Dia pikir, ah tulisan saya mungkin sudah published.
Tapi ternyata setelah membuka pos lagi, tulisannya masih kosong. Tidak ada yang tersimpan. Matanya terbuka lebar melihat semua hasil tulisannya selama berjam-jam lebih terhapus seakan tidak ada artinya. Semua jerih payahnya. Bayangan jari-jarinya yang menari lincah di papan ketik. Jungkir balik pemikiran dan idenya. Semua hilang begitu saja.
Sama dengan kasus Muhajiddin tersebut, begitu pula sebenarnya dengan hidup yang kita jalani ini. Kita bersusah payah, kita banting tulang kesana kemari, tapi kesalahan sepele bisa menghapus semua. Bukankah itu tragis? Sadis? Memang. Kita bisa berlari begitu cepat hanya untuk menemukan bahwa kita salah arah. Kita bisa menunggu berpuluh tahun hanya untuk berdiri di pintu yang ternyata tidak bisa dibuka. Life is meaningless, bersiaplah untuk dihancurkan bila terlalu menganggapnya berarti.
*pengalaman pribadi yang sering terjadi
Rabu, 29 Maret 2017
Life Is Meaningless
Sabtu, 06 Februari 2016
Aku teringat ketika di kelas 2 (atau 3? Atau 4?) aku membaca sebuah buku di perpustakaan. Ceritanya tentang seorang cucu yang ingin mengunjungi neneknya. Momen kecil itu sekarang ini mendadak rasanya aku ingat betul. Rasa-rasanya hidup waktu itu tak menyenangkan di sekolah tapi setidaknya di rumah aku dikasih makan dan dianggap anak kecil jadi aku senang leluasa. Cuma kalau kupikir lagi, hidup itu memang soal ingatan ya? Ingatan yang pada akhirnya tidak begitu awet juga untuk diingat. Kita semua bisa salah mengingat; yang indah belum tentu betulan indah, yang buruk belum tentu terlampau buruk tapi begitulah kerja ingatan. Memberi kekacauan, mengacak-acak perasaan. Kadang aku berpikir aku seseorang yang terlalu sentimentil tentang ingatan, tentang nostalgia, tentang segala macam soal masa lampau... apa ini akan jadi hal baik? Aku terlampau cemas, gelisah! Karena tak punya teman lalu pelarianku ke tulisan. Karena tak punya tujuan, aku mengingat kenangan. Apainiapainiapaininulisapa? Efek habis nonton film bergaya acak tak beraturannya Garin jadi ikut-ikutan. Sudahlah. Tidur saja mari mari.
Kamis, 10 September 2015
A Sunday Afternoon on the Island of La Grande Jatte
![]() |
Seurat's A Sunday Afternoon on the Island of La Grande Jatte
Sama sekali tidak mengenal lukisan ini, apa deskripsinya, apa yang ingin disampaikan pembuatnya, tapi karena menonton Ferris Bueller's Day Off jadi suka sekali dengan lukisannya. Jadi ada adegan di film dimana teman Ferris sedang mengamati gadis kecil berbaju putih di lukisan itu. Ini adegan bagus sekali karena selain diiringi musiknya The Smiths yang Please, Please Let Me Get What I Want juga menggambarkan perbedaan pandangan Ferris dan temannya. Ferris yang outgoing dan santai memaknai hidup sedang ciuman dengan pacarnya sementara temannya termenung menatap lukisan Seurat ini. Gambar gadis kecil itu terus di zoom-in beberapa kali sampai kita cuma melihat titik-titik warna yang semakin tidak jelas. Bisa multi interpretasi, adegan itu menggambarkan masa kecil yang ditinggalkan, kerinduan akan kasih sayang dan keluarga, pencarian diri, kesepian dan kekosongan, bagaimana teman Ferris tidak melihat apa ekspresi gadis berbaju putih itu, apa dia bahagia atau tidak. Persis bagaimana ia juga tidak tahu apa yang terjadi dengan dirinya.
Keren ya.
Keren ya.
Rabu, 24 Juni 2015
Dia yang Dulu Duduk Di Kelas Itu
Aku pergi tiba-tiba. Kau hilang tiba-tiba. Lelaki dengan senyum gula yang dahinya mudah berkeringat.
Nanti juga aku tak akan ingat kau lagi. Tapi kali ini cuma mau bilang, mungkin aku lagi tak ada bahan angan sama sekali sampai harus mengatakan aku kangen kau yang tak terlalu kukenal.
P.S : Terima kasih untuk lukanya. Akhinya aku memutuskan pensiun.
Label:
Tentang seseorang
Senin, 27 April 2015
Takashi Kashiwabara
![]() |
dia adalah tipe lelaki yang duduk di deretan belakang dari kelas sebelah atau malah di belakang kursimu, tidak banyak bicara apalagi suka membaur. tapi mungkin malah karena dia terus diam dia terlihat cool. Atau karena dia selalu diam dia menjadi populer. fansnya tak sebanyak si ketua OSIS, si mulut besar, si jago olahraga atau si anak band tapi diam-diam ada sekumpulan perempuan entah adik kelas atau kelas sebelah yang menyimpan perasaan padanya. dia bukan yang paling pintar, mungkin dia pintar tapi dia mungkin tidak terlalu peduli tentang menjadi pintar dan mendapat nilai sempurna. dia mungkin punya cita-cita tak tertebak dia mungkin niat tak niat sekolah, dia mungkin bandel juga walau tak punya predikat bandel sekelas lelaki-lelaki yang namanya sudah dihapal oknum guru tiap tahun. dia adalah mungkin juga lelaki yang tidak pernah bicara padamu, dia juga mungkin yang cuma nampak egois atau sesekali suka menjahilimu, membuatmu sebal atau malah menangis saat sampai rumah. dia juga yang tak gampang tertebak, yang misterius, yang kamu tidak pernah tahu dengan jelas bagaimana dirinya atau pemikirannya karena dia jarang bicara dan punya teman di sekolah.
tapi dia jugalah lelaki yang membuat kamu diam-diam memikirkannya. dia juga yang diam-diam kamu perhatikan dari kejauhan atau sesudah berpapasan, dia juga yang ketika bertatapan dengan kamu kamu merasa seperti terbang diiringi lagu lost in your eyes - debbie gibson, close to you - the carpenters atau dreams are my reality - richard sanderson. dia juga alasan kamu terus ke sekolah, wajah dia yang imut tapi belagu itu yang membuat kamu gemas sekaligus sebal. kamu melihat di sebuah jeda sebelum dia pemanasan olahraga. tepat di koridor. kamu senang menikmati dia yang sedang stretching. kamu menebak dia sedang berpikir apa. dan ketika dia menatap ke arah mu kamu langsung menoleh. lari.
love letter. sunny. you are the apple of eye. hana and alice. suckseed. masa muda yang membosankan masa muda yang manis masa muda yang tak tahu apa-apa masa muda yang basi masa muda penuh khayal masa muda yang kebanyakan mengecewakan masa muda dan seorang lelaki yang membuat kamu terus menunggu dan mengharapkan dia juga menunggumu.
![]() |
oh takashi kashiwabara, jelmaan nyata dari puluhan serial cantik Jepang 90-an. melihatmu membuat saya ingin masa-masa itu datang lagi.
Kamis, 27 November 2014
Apa Yang Kau Tjari Palupi?
Mereka bermain di tepi pantai. Hanya berdua. Rambut Palupi tertiup angin, wajah lembutnya dicumbui angin yang lewat, ia terlihat tambah jelita. Chalil yang menoleh ke arahnya terkesima. Ia lama mengamati.
"Kenapa?"
"Tidak."
"Kenapa?" Palupi tertawa, merasa malu.
"Kau.... begitu cantik, Lu. Seperti itu."
Pipi Palupi memerah. Matanya melarikan diri dari tatapan Chalil, menatap ke arah langit. Kemudian tertegun. Chalil menjauh, membiarkan Palupi tenggelam dalam lamunannya.
"Kenapa?"
"Tidak."
"Kenapa?" Palupi tertawa, merasa malu.
"Kau.... begitu cantik, Lu. Seperti itu."
Pipi Palupi memerah. Matanya melarikan diri dari tatapan Chalil, menatap ke arah langit. Kemudian tertegun. Chalil menjauh, membiarkan Palupi tenggelam dalam lamunannya.
Bagi Chalil, Palupi tidak saja seseorang dengan bakat, ia adalah sebuah lukisan indah yang sempurna. Dan Chalil lama berpikir di bawah pohon kelapa, di sebuah bangku kayu. Berpikir bagaimana Palupi adalah yang inginkan... berpikir bahwa Palupi adalah keindahan... Palupi adalah wanita yang ingin ia miliki.... Chalil tak memikirkan istrinya atau anak-anaknya saat itu, ia merasa kembali pada perasaan seorang pria yang utuh jatuh cinta dengan seorang wanita. Ia tidak ingat bahwa ada cincin yang melingkar di jari manisnya. Ia tidak ingat rengekan bayi yang manis---yang mirip akan dirinya, ia tidak ingat wajah istrinya. Seakan-akan berama Palupi mampu membuatnya amnesia akan semua itu.
Palupi masih memandang langit, kadang sambil memainkan riak ombak, kadang menggoyang-goyangkan kaki di halaman pantai. Perempuan itu hanya diam. Tidak ada yang dapat merengkuhnya. Tidak pula Chalil. Tidak Haidar. Senja mulai datang dan membuat langit separuh gelap. Palupi membuang nafas, seakan tak rela akan padam.
- Sekedar tulisan dini hari karena gagal nonton film ini ketika ke Sinematek.
- Sekedar tulisan dini hari karena gagal nonton film ini ketika ke Sinematek.
![]() |
Sabtu, 18 Oktober 2014
Orang-orang Jakarta di dalam lampu ruang yang masih menyala.
Saya selalu suka menatap bangunan-bangunan tinggi menjulang di Jakarta. Kalau naik taksi, ambil kursi paling kanan dekat jendela, senderan kadang-kadang sambil putar lagu. Ada sesuatu yang menarik, yang selalu indah untuk dilihat. Saya selalu suka. Begitu banyak cerita. Apalagi kalau malam hari.
Apa ya yang saya suka, kadang saya lupa atau masih tidak bisa secara jelas menganalisa. Mungkin saya suka karena ada lampu-lampu yang menyala megah. Mungkin saya suka bangunan yang menjulang itu karena semakin jenjang semakin indah terlihat bersama langit. Mungkin juga karena saya suka mengkhayal, saya suka bertanya apa yang dilakukan orang-orang didalam gedung tersebut? Pada beberapa jendela lantai yang menyala, sementara yang lain masih padam, saya suka menebak bagaimana dan siapa orang yang masih ada di jendela berpendar cahaya itu? Apa yang masih dilakukannya di malam hari ini? Apa dia merasa kesepian? Bagaimana hidupnya? Lalu pikiran saya pun mulai berkhayal.... tentang karakter seseorang dan hidupnya yang mungkin menarik untuk ditontoni.
Sampai sekarang saya masih suka menengadah ke atas, terpaku bermenit-menit sambil melihat jendela-jendela lantainya, terutama yang paling atas. Bangunan bank, perusahaan, mall atau hotel, rasanya semua terlalu terang. Terlalu bersinar. Adakah kedamaian bagi mereka yang masih bekerja, adakah kesenangan dalam hidup mereka semua? Saya tidak tahu, saya hanya bisa memejamkan mata, membuat pikiran saya terbang untuk menebak-nebak kehidupan mereka. Orang-orang Jakarta di dalam lampu ruang yang masih menyala.
Langganan:
Postingan (Atom)