tag:blogger.com,1999:blog-63054703861905948642024-03-05T14:30:42.906+07:00A Woman Under The InfluenceMaudy Puteri Agusdinahttp://www.blogger.com/profile/06587506727518674124noreply@blogger.comBlogger37125tag:blogger.com,1999:blog-6305470386190594864.post-9027386533270289362018-08-15T23:24:00.002+07:002018-08-15T23:24:37.015+07:00Pindah RumahSetiap tempat punya sejarah. Rumah ini seingat saya sudah saya tempati sejak tahun 2011, sekitar tahun kedua di SMU. Berarti umurnya lumayan lama, sudah 7 atau 8 tahun.<br />
<br />
Pada saat menempati suatu ruang, kita terbiasa dengan apa yang ada di dalam ruang tersebut. Kita membiasakan diri, membuat diri kita senyaman mungkin. Tapi kadang ada saat dimana memang kita mesti pindah. Bisa karena bosan, bisa karena semua terasa terlalu sama, atau sesederhana bahwa kita perlu ruang baru untuk memperoleh cerita-cerita baru, semangat baru, kenyamanan yang baru.<br />
<br />
Blog ini kemungkinan tidak akan dihapus. Wong, sepertinya juga tidak ada yang baca kecuali saya. Saya sekarang pindah ke ruang lain di rumah yang sangat minimalis : medium.com/@maudyagusdina.<br />
<br />
Apa yang tertulis disini, biarlah tinggal disini. Setiap tulisan punya kenangannya sendiri yang terus akan hidup setiap kali saya baca ulang. Sejauh ini, saya belum punya pikiran untuk menghapus kenangan yang sudah dibekukan lewat bentuk cerita. Jadi baiklah, saatnya pindah.<br />
<br />
<i>Ciao!</i>Maudy Puteri Agusdinahttp://www.blogger.com/profile/06587506727518674124noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-6305470386190594864.post-17130206889955928692018-07-04T15:57:00.000+07:002018-07-04T15:57:05.271+07:00This Is The Moment When I'm Totally Speechless About God's Plot Twists and Jokes<div jsname="U8S5sf" style="background-color: white; color: #222222; font-family: arial, sans-serif; font-size: small; line-height: 1.24; margin-bottom: 12px;">
<i><span jsname="YS01Ge">So you find yourself at this subway</span><br /><span jsname="YS01Ge">When your world in a bag by your side</span><br /><span jsname="YS01Ge">And all at once it seemed like a good way</span><br /><span jsname="YS01Ge">You realized its the end of your life</span><br /><span jsname="YS01Ge">For what it's worth</span></i></div>
<div jsname="U8S5sf" style="background-color: white; color: #222222; font-family: arial, sans-serif; font-size: small; line-height: 1.24; margin-bottom: 12px;">
<i><span jsname="YS01Ge">Here comes the train upon the track</span><br /><span jsname="YS01Ge">And there goes the pain it cuts to black</span><br /><span jsname="YS01Ge">Are you ready for the last act?</span><br /><span jsname="YS01Ge">To take a step you can't take back</span></i></div>
<div jsname="U8S5sf" style="background-color: white; color: #222222; font-family: arial, sans-serif; font-size: small; line-height: 1.24; margin-bottom: 12px;">
<i><span jsname="YS01Ge">Take in all the punches you could take</span><br /><span jsname="YS01Ge">Took 'em all right on your chest</span><br /><span jsname="YS01Ge">Now the countless back is breaking</span><br /><span jsname="YS01Ge">Again, again</span><br /><span jsname="YS01Ge">For what it's worth</span></i></div>
<div jsname="U8S5sf" style="background-color: white; color: #222222; font-family: arial, sans-serif; font-size: small; line-height: 1.24; margin-bottom: 12px;">
<i><span jsname="YS01Ge">Here comes the train upon the track</span><br /><span jsname="YS01Ge">And there goes the pain it cuts to black</span><br /><span jsname="YS01Ge">Are you ready for the last act?</span><br /><span jsname="YS01Ge">To take a step you can't take back</span></i></div>
Maudy Puteri Agusdinahttp://www.blogger.com/profile/06587506727518674124noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-6305470386190594864.post-43951120994860695422018-06-02T05:10:00.001+07:002018-06-02T05:11:04.004+07:00Takut<div style="text-align: justify;">
Saya sering merasa ketakutan. Tapi tengah malam ini mungkin saya tak pernah merasa setakut ini. Mendadak saya sadar saya orang yang amat bodoh. Saya adalah penjudi yang seakan berteriak masa bodoh tapi belakangan menyesal juga. Saya merasa bahwa kini nasib saya di ambang batas antara keberuntungan dan keterpurukan. Dan di saat seperti ini pula, masalah jadi datang bertubi-tubi. Dan wajah-wajah lama menghiasi kembali, kadang bercampur rasa sesal tentang kenapa semua tidak bisa berjalan seperti yang saya inginkan. Ada kemarahan yang mungkin saya diam-diam simpan rapat. Mungkin saya sudah gila, sudah putus asa. Entahlah. Yang pasti sekarang saya merasa takut karena cepat atau lambat, jurangnya akan segera tiba.</div>
Maudy Puteri Agusdinahttp://www.blogger.com/profile/06587506727518674124noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-6305470386190594864.post-45210852024222613202018-04-28T05:09:00.003+07:002018-04-28T05:09:58.837+07:00Images of Affection<img height="417" src="https://d3c1jucybpy4ua.cloudfront.net/data/42324/big_picture/Shadows.jpg?1454327667" width="640" /><br />
<br />
<img height="385" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEh8FtEUiNSvnryAkgGtUAStPO2GNc2AFTM0K5AYkYI_J1fGy1qvqhkthWWMejkZP0hoBiIlmz2mdj2oaUBkO1QnfdKZnsyqXwhoCh9BvdT1CdAYjAIIz0uKXz0Ejlka2GgpZrxhgIrD-g/s640/cap3160.bmp" width="640" /><br />
<br />
<img height="335" src="http://www.verdensteatret.no/img/_movie/Irreversible_01.jpg" width="640" /><br />
<br />
<img height="480" src="http://offscreen.com/images/persona_vampirism4.jpg" width="640" /><br />
<br />
<i>Foto-foto film soal kasih sayang, soal dipengaruhi-mempengaruhi, mencemburui cerita orang lain sebagai sensasi obsesi, cinta, rasa nyaman, tidak ada yang perlu dihiraukan atau membuat risih karena kamu tidak seorang diri. </i>Maudy Puteri Agusdinahttp://www.blogger.com/profile/06587506727518674124noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-6305470386190594864.post-65984304450139427342018-04-28T00:28:00.001+07:002018-04-28T00:28:14.736+07:00SalahSaya sedang berpikir tentang Jakarta. Tentang Indonesia. Tentang orang-orang yang hidup dan bangun pagi setiap hari hanya demi uang puluhan ribu. Yang rela menunggu antrian busway, yang rela berdesak-desakan di dalamnya. Yang menunggu satu jam lebih hanya untuk berebut dapat kursi. Yang hidup untuk hari ini, yang hidup untuk harapan segera menikah atau segera punya anak.<br />
<br />
Saya rasa mungkin tidak ada yang salah. Tujuan apapun adalah murni sebuah tujuan. Tapi ada yang terasa aneh ketika tujuan didefinisikan sebagai 'tidak normal' ketika jawabannya bukan untuk menikah dan punya anak. Ketika pula keperawanan dan seks adalah hal tabu. Saat isu agama menjadi hal yang paling mudah memancing emosi, tanpa dipahami sedewasa mungkin. Ketika hidup hanya tentang menjadi robot dan mereka yang melawan dianggap kaum buangan.<br />
<br />
Sangat-sangat ada yang salah....<br />
<i><br /></i>
<i>Saya tahu bahwa ada hal yang lebih besar dari ini semua. Tidak, tidak boleh hanya seperti ini saja.</i>Maudy Puteri Agusdinahttp://www.blogger.com/profile/06587506727518674124noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-6305470386190594864.post-68847232152529078522018-04-24T03:00:00.004+07:002018-04-24T03:02:56.894+07:00Ketika Seisi Dunia Menjadi Malas...<div style="text-align: justify;">
<i>Memang basa-basi tidak enak. Semuanya suka to the point. Tapi ketika semua jadi hanya menitikberatkan pada tujuan, sesuatu terasa hilang dan hampa...</i></div>
<br />
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-style: italic;"><br /></span></div>
<div style="text-align: justify;">
Suatu kisah yang banyak terdengar.</div>
<br />
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Seseorang mendapat teman kencan dari Tinder. Lalu mereka mulai chat nakal dan sang teman kencan langsung membahas ke topik utama, "kapan ketemuan?"</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Besoknya ketemuan, make love, dan ya sudah<i> it's done. </i></div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Kisah lain lagi tapi agak serupa.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Seseorang memesan order via ojek online. Ojeknya datang. Sepanjang perjalanan, mereka tidak bicara, sibuk masing-masing. Sampai tujuan, order selesai dan driver pergi. Sudah, <i>it's done. </i></div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Ah, atau satu contoh kasus lagi yang saya alami sendiri.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Bertemu seorang lelaki saat menunggu nonton film. <i>He's okay, good looking,</i> walau beda studio tapi karena kami sama-sama sendirian, sehingga menghabiskan waktu untuk mengobrol lama sebelum film diputar. Sepanjang obrolan yang akhirnya mengalir kemana-mana, saya merasa kami bisa jadi teman bicara yang cocok. Ya, bukan tipe kimia yang ajaib seperti di film-film romansa. Cuma asyik saja. Akhirnya dia meminta untuk tukar nomor Whatsapp. Saya setuju. Lalu kami berpisah.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Tentu malamnya, kami langsung chat lagi. Beberapa obrolan, beberapa tanya-jawab, lagi dan lagi... dan... setelah dua hari, obrolan terputus. Arus kimianya berhenti. Setelah itu, tidak berlanjut lagi. Saya sibuk dengan hal lain sehingga menjadi malas. Mungkin dia pun juga begitu. Dan seperti halnya orang asing, semua semudah itu terlupakan.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Saya berusaha menganalisis ini dan sebenarnya masih bertanya, ada apa? Karena ini sudah sering sekali terjadi. Apakah "small talk" atau basa-basi akhirnya menjadi sesuatu yang benar-benar dijauhi? Oh jelas, kita membencinya terutama apabila dalam keadaan terpaksa seperti terjepit di lautan basa-basi keluarga besar waktu hari raya atau di kawinan teman. Tapi saya orang yang yakin bahwa basa-basi itu <b>kadang </b>diperlukan. Untuk proses mengenal seseorang yang kita inginkan, misalnya. Atau sebuah tahap awal sebelum kita dengan mudahnya bicara hal-hal yang tidak basa-basi bersamanya. Coba kamu bayangkan saja kalau sedang makan di McDonald dan tiba-tiba dihampiri seorang lelaki terus dia bilang, "Kamu tahu kenapa Ken Arok terpikat sama betis Ken Dedes?" atau dia mulai bicara soal 65, 98 atau sejarah Indonesia jaman kolonial tanpa mengenalkan diri sebelumnya? Oh, tentu apa-apaan dia ini!</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Jadi sebenarnya "ada apa" ini apakah erat kaitannya dengan fenomena teknologi yang menggampangkan? Ketika semua dimudahkan aplikasi dan internet, ketika tawa kita ditentukan oleh video apa yang kita lihat hari ini atau berapa likes yang kita dapat di Instagram... Ketika semua menjadi instan dan begitu sistematis, proses tak lagi kita perlukan? Dulu begitu kurang kerjaannya, kita pernah chat di mIRC. Meluangkan segala waktu untuk dibalas dan berharap ketemuan. Dulu teman saya pernah pacaran sama orang yang dia saja belum pernah ketemuan, hanya berhubungan lewat SMS dan telepon tapi awet sampai setahunan. Lalu asumsi saya ketika semua menjadi sangat, sangat mudah tanpa perlu <i>effort </i>sama sekali, kita juga menjadi lebih malas nampaknya.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Ya, mungkin saja.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Atau mungkin kalau ingin jawaban yang lebih puitis nan romantis adalah, <i>"kamu belum bertemu yang mau memperjuangkan kamu sebegitunya aja kaliiiiiii...." </i></div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
Hmmm...<br />
<br />
<br />
<br />
<br />
<br />
<br />Maudy Puteri Agusdinahttp://www.blogger.com/profile/06587506727518674124noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-6305470386190594864.post-45855538400569760762018-03-29T19:41:00.001+07:002018-03-29T19:41:45.543+07:00<div style="text-align: justify;">
Kehidupan adalah ketika kita begitu menginginkan sesuatu, menyisihkan banyak waktu, uang dan tenaga tapi tidak mendapatkannya. Kehidupan adalah juga ketika kita tidak serius dan bermain-main, menganggap sesuatu hanya sekedar candaan dan kemudian ironisnya, kita beruntung mendapatkannya.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Sementara manusia jungkir-balik jadi gila karenanya, Tuhan sedang menggerakkan tali boneka seperti anak kecil yang kesenangan mendapat mainan baru. Dia selalu bercanda, Dia selalu masokis. Apa yang bisa kita lakukan? Entahlah, seperti tokoh utama di film horor. Mencoba kabur, mencoba selamat. Dan kadang perlu satu celah tipis bernama keberuntungan.</div>
<br />Maudy Puteri Agusdinahttp://www.blogger.com/profile/06587506727518674124noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-6305470386190594864.post-52827404957782158122018-03-23T20:33:00.002+07:002018-03-23T20:40:50.485+07:00Pertanyaan Sebelum Telat Malam"Hei, bisa minta waktunya sebentar?"<br />
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Barang kali baru lima menit aku duduk di sebuah restoran siap saji, hanya dengan paket terhemat yang bisa aku beli. </div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Perempuan yang menyapa itu mungkin usianya awal 20-an, tebakanku antara 21 atau 24. Senyumnya luas, walau gerakannya agak takut dan bingung. Aku sama takut dan bingungnya karena mengira ia mungkin sales atau seseorang yang ingin menawarkan asuransi. Tapi akhirnya aku mengangguk juga, tak tega karena sedari tadi nampaknya ia mencari-cari mangsa untuk ditanyai dan tak kunjung diterima. </div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Ia duduk di depanku. Wajahnya semakin jelas kini. Putih pucat, lipstik pink dan rambut kumal yang diikat ekor kuda. Ia terlihat kikuk untuk menyusun kalimat sebelum akhirnya dia bilang, "halo, kamu pasti tidak kenal sama saya kan? Tapi kamu mengamati saya. Boleh saya minta tolong sesuatu? Saya sedang adakan satu penelitian untuk bahan tulisan saya. Saya ingin kamu deskripsikan sesuatu ketika melihat saya."</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Dahiku berkerut. "Kenapa itu penting?"</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Dia tertawa. Tawanya agak mengingatkan dengan seseorang atau pesohor, aku tidak ingat siapa. </div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
"Anggap saya seperti survei. Saya sudah dapat 4 orang untuk ditanya, kamu akan menjadi penggenap bila mau membantu saya." </div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Mendengar itu, aku hanya mengangkat bahu lengkap dengan ekspresi semacam "ya baiklah". Secara instan, ia langsung tersenyum senang seakan reaksiku adalah hal yang paling membahagiakan yang ia lihat selama hidupnya. </div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
"Jadi langsung saja, apa pendapatmu begitu melihat saya? Sebutkan saja yang ada dalam pikiranmu."</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Sesaat, aku melihat ke arahnya. Matanya yang kecil dan agak sipit. Ekspresinya menunggu cemas seperti anak kecil walaupun tidak cocok dengan postur badannya yang tinggi dan gempal.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
"Jangan lupa juga bilang, kalau menurutmu pesohor apa yang kepribadiannya mirip dengan saya."</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Dahiku berkerut lagi tapi tetap aku iyakan. </div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
"Dari hasil pengamatanku, karena aku tentu tidak mengenalmu, tapi aku lihat kamu sedang bingung. Entah bingung karena apa. Tapi kamu seperti mencari sesuatu dan belum menemukannya. Sejak kamu masuk restoran, kamu terlihat sendiri dan memang nampaknya selalu sendiri. Begitu kamu menanyai orang-orang di sekitar dan mereka menolak, kamu tetap tersenyum tapi tampak sepertinya kamu sedih sekali dengan penolakan mereka. Mungkin kamu jarang mengalami penolakan atau baru sadar kalau kamu akan mendapatkan penolakan. </div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Ketika aku melihat matamu, aku melihat keriangan yang bercampur dengan kesendirian. Agak kontradiktif karena nampaknya kamu begitu menginginkan seseorang tapi di sisi lain, kamu tidak nyaman bila tidak sendirian.....," Kalimatku menggantung tapi akhirnya tidak aku teruskan. Aku lihat ia terpana akan setiap kata-kataku, lebih seperti terkagum-kagum tentang betapa jelasnya aku menggambarkan dirinya.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
"Ada lagi?" </div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
"Hah apanya?"</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
"Sepertinya masih banyak yang ingin kamu katakan tentang saya, ucapkan saja semua."</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
"Kamu yakin kamu mau semua? Kalau aku bilang hal yang bisa melukaimu bagaimana?"</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
"Oh, tidak apa-apa. Asal kamu tahu, dari 4 orang yang saya tanya, banyak sekali pendapat yang menyakitkan tentang bagaimana mereka melihat saya. Orang pertama bilang kalau saya seperti "gadis aneh yang lemah", orang ketiga bilang ekspresi saya seperti selalu habis menangis, bahkan orang terakhir dengan yakin bilang bahwa saya kena Schizofrenia."</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Aku tersenyum getir mendengarnya----entahlah apakah senyuman tipisku adalah ekspresi yang tepat untuk semua keluhannya tadi. Aku merasa agak iba dan bersalah karena sebenarnya tadi ada sedikit dalam pikiranku yang ingin mengiyakan pendapat semua orang dalam ceritanya. Tapi melihat cara ia tersenyum dan menanggapi ucapanku, aku rasa ia baik-baik saja. Ia tak seburuk itu. <i></i></div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
"Hmmm... apa lagi ya. Kamu nampaknya suka bicara yang ngelantur dan tidak nyambung. Mungkin itu kenapa kamu tidak punya banyak teman. Kehidupan yang kamu dambakan lebih seperti mimpi anak kecil, hanya bermain-main. Ketika semua orang bicara tentang menjadi dewasa, kamu tidak menyukainya." </div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
"Kira-kira seperti pesohor siapa?" tanyanya antusias. </div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Aku berpikir lagi. Beberapa nama menghampiri pikiranku tapi aku hanya teringat satu nama : Anna Kendrick. Mungkin karena tadi pagi aku menonton film yang dibintangi Anna Kendrick.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
"Mungkin Anna Kendrick di film Pitch Perfect. Persis kamu. Independen, tertutup, idealis, tapi mudah tertawa. Aku rasa..."</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Ia tersenyum penuh mendengarnya. Dia lalu membuka tasnya untuk mengambil semacam note kecil, mengambil pulpen lalu mulai menulis panjang tentang sesuatu. Mungkin apa yang aku bicarakan tadi. </div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
"Oh ya, nama kamu siapa? Sebagai tanda bahwa survei ini sudah berhasil," tanyanya sambil terus menulis. </div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
"Aditya." </div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
"Usia?"</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
"22 tahun ini."</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
"Wah kamu lebih muda dariku! Aku sudah 25 lo."</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
"25 masih muda." </div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
"Ah tapi tidak semuda kamu." </div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Aku hanya tersenyum sementara ia nampak terus bertanya pertanyaan-pertanyaan pendek seputar usia, bekerja dimana dan kenapa aku memilih makan di restoran ini. Aku duga ia hanya sedang memperpanjang basa-basi sebelum pergi. Entah kenapa ia merasa basa-basi ini akan menjadi penting tapi itu malah membuatku semakin yakin tentang semua pendapatku mengenai dia barusan. </div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Ketika akhirnya ia menutup note dan bersiap untuk merapikan tas, ia seperti sedang menunggu sesuatu untuk kukatakan. Aku bingung harus bereaksi apa selain menghindarkan diri dari tatapan matanya yang terus menanti.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
"Adakah lagi yang ingin kamu tanyakan tentang saya?" </div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Aku bingung mendengar pertanyaannya tapi langsung spontan menggeleng. Dia hanya tersenyum lebar dan akhirnya berdiri. </div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
"Baiklah kalau begitu, saya pulang duluan. Terima kasih sudah menjadi orang terakhir yang mengisi survei tentang saya. Maaf bila banyak menganggu waktunya, Aditya."</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
"Oke. Terima kasih juga," balasku sebelum ia berjalan pergi menuju pintu. </div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Selepas ia pergi, aku kembali melanjutkan acara makanku. Nasi dan ayamku yang tadinya panas beruap-uap sudah dingin dengan es cola yang sudah banyak mencair. Aku makan dan sambil membuka Instagram, Twitter, Instagram lagi lalu Twitter lagi sampai akhirnya aku pergi dari restoran tepat jam 10 malam. Tempat itu sudah benar-benar kosong dengan hanya satu pegawai-----seorang bapak-bapak yang membersihkan lantai sampai terlihat licin sekali. </div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Aku memasang <i>headset </i>yang memutarkan lagu secara acak dan gratisan lewat Spotify. Lagu yang terputar milik Lorde judulnya Perfect Places. Begitu lagu itu terdengar, entah kenapa aku malah jadi berpikir tentang gadis yang tadi. Hanya ingin menanyakan apakah ia suka Lorde? Lalu apa lagu kesukaannya? Ia nampaknya terbuka akan banyak hal dan mungkin penggemar terbesarnya. Kalaupun tidak, setidaknya kami bisa menyambung percakapan tentang apa film favoritnya atau kapan ia ke bioskop terakhir kali. Pikiran-pikiran kecilku kadang memerlukan pendengar.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Mendadak, aku merasa melewatkan kesempatan untuk bercakap. Aku rasa gadis itu juga menginginkan aku untuk bicara terus menerus bersamanya. Dan aku sebenarnya berbohong tentang cara mendeskripsikannya. Ia sama sekali tidak mirip dengan Anna Kendrick di Pitch Perfect, malah lebih seperti seorang tokoh yang diperankan Sissy Spacek di film 3 Women. Di film itu, Sissy menjadi seorang gadis polos yang ingin sekali berteman dengan Shelley DuVall, tapi malah mengalami penolakan karena terus menerus meniru tingkahnya. Aku baru sadar bahwa cara ia tertawa dan terpana menanggapi setiap kalimatku begitu mirip dengan cara Sissy Spacek tertawa, seperti gadis kecil umur 10 tahun dalam tubuh orang dewasa.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Dan pikiranku kemudian bermonolog sendiri tentang banyak hal yang bertumpuk-tumpuk, sementara sedikit rasa sesalku kenapa tidak berani untuk mengutarakannya dalam percakapannya tadi. Satu-satunya pelepasanku hanyalah dengan membuka akun Twitter dan menulis sesuatu yang agak puitis tentang bertemu orang asing hari ini. Tidak aku harapkan bahwa dia di suatu tempat akan dapat membaca tweet-tweet ini, karena aku yakin kami tidak akan pernah bertemu lagi. </div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Kalaupun kami akan bertemu lagi, aku penasaran untuk membalas pertanyaannya yang pertama. <i>Apa pendapatnya ketika melihat aku tadi?</i></div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<table align="center" cellpadding="0" cellspacing="0" class="tr-caption-container" style="margin-left: auto; margin-right: auto; text-align: center;"><tbody>
<tr><td style="text-align: center;"><img height="225" src="https://ak7.picdn.net/shutterstock/videos/8434807/thumb/7.jpg" style="margin-left: auto; margin-right: auto;" width="400"></td></tr>
<tr><td class="tr-caption" style="text-align: center;"><br /></td></tr>
</tbody></table>
*Ditulis saat duduk di halte Busway Tosari Sarinah pukul 9 malam<br />
<br />Maudy Puteri Agusdinahttp://www.blogger.com/profile/06587506727518674124noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-6305470386190594864.post-57361901967047877162018-02-11T00:43:00.001+07:002018-02-11T00:43:19.023+07:00<i>Ini adalah saat-saat dimana saya bingung saya sedang merasakan apa. Dan saya tidak mau bilang saya sedih karena itu klise yang membosankan.</i>Maudy Puteri Agusdinahttp://www.blogger.com/profile/06587506727518674124noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-6305470386190594864.post-35994378063151755292018-01-28T17:40:00.003+07:002018-01-28T17:40:49.618+07:00<i>Wherever it is, I will never fit in.</i>Maudy Puteri Agusdinahttp://www.blogger.com/profile/06587506727518674124noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-6305470386190594864.post-52672632301747091992018-01-27T23:35:00.003+07:002018-01-27T23:35:33.253+07:00Hari ini saya sepertinya kehilangan banyak sekali rasa percaya diri.<div>
<br /><div>
Mungkin besok semua akan kembali. Mungkin besok saya akan bahagia lagi. Entahlah. Bahkan ketika tidak punya harapan, tetap saja semesta punya cara untuk membuat kita terluka.</div>
</div>
Maudy Puteri Agusdinahttp://www.blogger.com/profile/06587506727518674124noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-6305470386190594864.post-32506842414345264322018-01-27T23:20:00.003+07:002018-01-27T23:21:28.608+07:00<i>Ketika sadar bahwa wajah-wajah ini pada akhirnya akan kembali hilang dan dia kembali sendiri, maka kesedihan lebih cepat datang sebagai sebuah pengingat.</i>Maudy Puteri Agusdinahttp://www.blogger.com/profile/06587506727518674124noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-6305470386190594864.post-86156149963604353412018-01-20T15:57:00.003+07:002018-01-20T15:57:35.331+07:00Bekerja dan Tujuan"Sebenarnya kita bekerja buat apa sih?"<br />
<br />
Suatu percakapan di tengah jam istirahat kantor. Saya sendiri mempertanyakan hal yang sama. Apa kita bekerja untuk uang? Yang nanti pada akhirnya juga akan kita habiskan? Apakah kita bekerja untuk gairah, untuk sesuatu yang kita cintai sehingga tidak perlu lagi kita namakan "bekerja"? Itu kan sebenarnya jawaban yang paling menenangkan?<br />
<br />
Kita bertahun-tahun sekolah untuk sebuah harapan yang sering dibicarakan oleh guru dan orangtua dulu tentang bekerja di kantor, mendapat gaji besar, berkeluarga dan punya anak. Harapan ini berubah menjadi mimpi dan seringkali adalah keharusan yang menentukan kebahagiaan. Setelah kemudian jadi dewasa, diam-diam kita bertanya dalam hati di tengah hari sibuk dengan badan lelah untuk banting tulang, apakah cuma ini? Apakah kalaupun kita mendapat pekerjaan yang kita cintai dan semua sudah lengkap, kita akan merasa cukup? Karena kita sadar manusia tidak akan pernah merasa puas.<br />
<br />
<br />
"Sebenarnya kita bekerja buat apa sih?"<br />
<br />
Saya gelisah dengan pertanyaan ini. Dan pertanyaan-pertanyaan lain. Bahkan ketika masih memulai, saya cemas dengan apakah nanti saya akan kehilangan tujuan.<br />
<br />
<br />
<br />Maudy Puteri Agusdinahttp://www.blogger.com/profile/06587506727518674124noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-6305470386190594864.post-47974552417077065572018-01-15T11:18:00.004+07:002018-01-15T11:18:48.467+07:00Hari Ini<h1 class="quoteText" style="background-color: white; color: #181818; font-family: Merriweather, Georgia, serif; font-size: 14px; font-weight: normal; line-height: 21px; margin: 0px 0px 15px; padding: 0px;">
<i>“I feel that life is divided into the horrible and the miserable. That's the two categories. The horrible are like, I don't know, terminal cases, you know, and blind people, crippled. I don't know how they get through life. It's amazing to me. And the miserable is everyone else. So you should be thankful that you're miserable, because that's very lucky, to be miserable.”</i></h1>
<div style="text-align: justify;">
Maka kehidupan membosankan yang cuma begini-begini saja kadang jadi kemewahan yang bila mendadak hilang akan disesali. Bagaimana hal yang terasa begitu tidak berarti dan sia-sia menjadi berarti. Bagaimana kesepian dan kemalangan dapat kita syukuri ketimbang tertimpa bencana yang lebih buruk lagi. Hari ini adalah buktinya. Saya merindukan kebosanan yang saya benci beberapa hari lalu karena sekarang saya merasakan tahap yang lebih buruk dari kebosanan.</div>
Maudy Puteri Agusdinahttp://www.blogger.com/profile/06587506727518674124noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-6305470386190594864.post-8004594473009413392017-12-23T13:28:00.000+07:002017-12-23T13:28:05.355+07:00IkhlasIkhlas itu susah sekali. Padahal manusia itu sejatinya tercipta memiliki ego. Maka ikhlas yaitu seni untuk bersyukur dan merelakan adalah hal yang tidak bisa sekali dua kali dicoba langsung bisa tapi mesti terus diterapkan. Dan manusia yang selalu berusaha mempertahankan ego ini akan merasa tersiksa selama pembelajarannya.<br />
<br />
Duh, sebenarnya bisakah kita untuk ikhlas? Untuk tidak menengadahkan kepala terlalu tinggi? Tidak melihat halaman rumput orang lain? Untuk tidak mengagungkan kebahagiaan mereka dan mengerdilkan hidup kita sendiri? Bisakah kita bilang bahwa kita ikhlas dan terus bisa berjalan, walau kita tahu kita terluka seorang diri. Menurut saya kita terluka bukan karena orang lain bahagia. Tapi kita terluka karena kita<b> </b><i>berpikir </i>orang lain lebih bahagia.<br />
<br />
Itulah ego yang harus diikhlaskan.<br />
<br />
<br />Maudy Puteri Agusdinahttp://www.blogger.com/profile/06587506727518674124noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-6305470386190594864.post-79744481368982287452017-12-14T13:07:00.000+07:002017-12-14T13:07:14.608+07:00<i>Kesialanku hari ini, </i><br />
<i>Keberuntunganku...</i><br />
<i>Sementara kenangan bolak-balik hadir</i><br />
<i><br /></i>
<i><br /></i>
<i>Kemana ingin akan membawaku? </i><br />
<i>Sedari awal aku tidak pernah tahu.</i>Maudy Puteri Agusdinahttp://www.blogger.com/profile/06587506727518674124noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-6305470386190594864.post-54665986950429637332017-12-03T14:31:00.001+07:002017-12-03T14:31:54.779+07:00Sampai Jumpa Lagi, D!<div style="text-align: justify;">
<i>Hai, D. </i></div>
<div style="text-align: justify;">
<i><br /></i></div>
<div style="text-align: justify;">
<i>Mungkin hanya beberapa minggu. Atau bisa jadi hanya sampai sebulan. Sungguh lucu atau malah menyedihkan ya bagaimana manusia bisa bertemu lalu dengan mudahnya berpisah lagi. Saya pikir ini akan menjadi sesuatu. Saya pikir akan ada kesempatan, kamu akan menjadi seseorang yang berbeda yang bukan hanya sama dengan puluhan lelaki lainnya yang saya sukai lalu saya hapus lagi dari ingatan. </i></div>
<div style="text-align: justify;">
<i><br /></i></div>
<div style="text-align: justify;">
<i>Yang saya tahu kamu pintar. Kamu cekatan. Kamu penuh dengan antusias dan mimpi-mimpi dan kamu loyal terhadap semua orang. Kamu ingin mendengarkan cerita orang, bukan hanya sibuk berceloteh tentang diri sendiri. Saya ingat impian kamu itu, yang kamu ceritakan dengan sepenuh hati. Suatu malam kita bicara tentang betapa menyebalkannya dunia ketika sudah lulus sekolah dan tidak tahu apa yang harus dilakukan... saya yang diam-diam mengomel tentang betapa membosankannya kerja kantoran dan kamu yang bilang bahwa kamu tidak akan pernah mau bekerja seumur hidup hanya di belakang meja tanpa melakukan apa-apa.</i></div>
<div style="text-align: justify;">
<i><br /></i></div>
<div style="text-align: justify;">
<i>Malam itu saya rasa akan menjadi awal sesuatu. Malam itu, untuk pertama kalinya setelah sekian lama saya akhirnya jatuh cinta lagi dan saya berharap. Saya berharap setelah ini kamu akan datang lagi dan lagi dengan ceritamu. Saya ingin kamu menjadi yang berbeda, saya ingin kamu jadi orang yang menerima cerita saya dan menganggap itu mengagumkan bukannya menghakimi.</i></div>
<div style="text-align: justify;">
<i><br /></i></div>
<div style="text-align: justify;">
<i>Hari-hari setelahnya, saya semakin mampu membaca kamu. Bahwa saya membayangkan keluarga seperti apa yang membesarkan kamu, pasti seorang ayah yang baik dan pengertian, dimana setiap makan malam adalah diskusi yang terbuka antara kamu dan semua saudara-saudaramu. Mereka tidak akan kolot dan mereka mendukung semua kebebasan yang kamu pilih. </i></div>
<div style="text-align: justify;">
<i><br /></i></div>
<div style="text-align: justify;">
<i>Perlahan saya iri. </i></div>
<div style="text-align: justify;">
<i><br /></i></div>
<div style="text-align: justify;">
<i>Saya seperti alien yang mendambakan manusia yang sempurna.</i></div>
<div style="text-align: justify;">
<i><br /></i></div>
<div style="text-align: justify;">
<i>Jadi sekarang kamu pergi dan kita berpisah mungkin untuk selamanya. Pertemuan terakhir kita rasanya hanya beberapa menit dan harapan itu dengan mudahnya lagi pergi. Wajah kamu kembali jadi lintasan ingatan yang mungkin akan terendapkan jauh, sama seperti wajah-wajah lain yang tidak pernah bertahan lama. </i></div>
<div style="text-align: justify;">
<i><br /></i></div>
<div style="text-align: justify;">
<i>Tapi mau bagaimana lagi. Memang hidup seperti ini. Dan kadang-kadang saya rasa, memang saya tidak sebaik itu untuk bisa bersama kamu. </i></div>
<div style="text-align: justify;">
<i><br /></i></div>
<div style="text-align: justify;">
<i>Jadi sampai jumpa lagi, D. Terima kasih untuk waktu yang sebentar bisa menitipkan rasa sayang ke kamu. :)</i></div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
Maudy Puteri Agusdinahttp://www.blogger.com/profile/06587506727518674124noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-6305470386190594864.post-32944677998321231562017-12-01T00:19:00.000+07:002017-12-01T00:20:22.218+07:00Canon In D Dalam Bad Timing<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;">
<iframe allowfullscreen="" class="YOUTUBE-iframe-video" data-thumbnail-src="https://i.ytimg.com/vi/4foYEuTvfJc/0.jpg" frameborder="0" height="266" src="https://www.youtube.com/embed/4foYEuTvfJc?feature=player_embedded" width="320"></iframe></div>
<br />
<div style="text-align: justify;">
Beberapa bulan lalu saya menonton film ini. Tapi berhenti di pertengahan karena mengantuk. Cuma ada satu adegan yang saya susah lupa dan entah kenapa saat sedih, yang terbayang adegan ini dengan iringan Canon In D-nya. Padahal saya juga belum tahu ceritanya tapi kesannya adegan perpisahan ini menyedihkan dan memakai Canon In D - nya Pachelbel membuat adegan ini terasa semakin indah.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
....Salah satu alasan lain kenapa saya gemas Riz Ortolani bikin musik Cannibal Holocaust buat film eksploitasi yang jadi sangat tidak nyambung, bukannya buat mengiringi adegan perpisahan seperti ini.</div>
Maudy Puteri Agusdinahttp://www.blogger.com/profile/06587506727518674124noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-6305470386190594864.post-84410856595684155932017-11-30T23:51:00.002+07:002017-11-30T23:51:47.902+07:00Enter The Void<div style="text-align: justify;">
Menonton Enter The Void mengingatkan saya bahwa betapa menakjubkannya arti memori dan sebuah masa. </div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Bahwa sampai sekarang, saya masih ingat pengalaman atau cerita-cerita kecil yang terjadi di saat saya masih berusia 8, 9 atau 11 tahun. Hanya tinggal memejamkan mata dan rasanya itu baru terjadi kemarin. </div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Antara menyedihkan dan luar biasanya dunia ini. Bagaimana mungkin kekerasan dan cinta bisa tinggal di tempat yang sama? Bagaimana bisa dunia ini hanya sepenggal cerita dongeng yang bisa dengan mudahnya berakhir dan lalu manusia tidak tahu lagi kemana mereka akan pergi?</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Gaspar Noe memang selalu membuat film yang beda dari yang lain. Dan ini adalah sebuah mimpi. Dan mimpi kadang abstrak, penuh gabungan antara hal yang mencekam, yang manis, yang indah, yang menakutkan, yang menyedihkan dan yang sulit untuk dilupakan. </div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<table align="center" cellpadding="0" cellspacing="0" class="tr-caption-container" style="margin-left: auto; margin-right: auto; text-align: center;"><tbody>
<tr><td style="text-align: center;"><img height="279" src="http://static1.1.sqspcdn.com/static/f/627490/20980266/1352983677127/Enter-the-Void-18-31770.jpg?token=JxS8Fb1NRe2rbX%2Bax8x41kw%2B%2Frc%3D" style="margin-left: auto; margin-right: auto;" width="640" /></td></tr>
<tr><td class="tr-caption" style="text-align: center;"><br /></td></tr>
</tbody></table>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Jadi saya ulang lagi pertanyaannya, </div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
<i>Bagaimana mungkin kekerasan dan cinta bisa tinggal di tempat yang sama? </i></div>
Maudy Puteri Agusdinahttp://www.blogger.com/profile/06587506727518674124noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-6305470386190594864.post-31919170349941928902017-11-30T14:46:00.000+07:002017-11-30T23:40:42.054+07:00Kembali.<div style="text-align: justify;">
Entah kapan terakhir kali saya menulis yang panjang dan bermakna disini. Bahkan untuk bercerita saja saya sudah terlalu malas. </div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Entah karena energi yang sudah keburu habis untuk sekedar berangkat ke kantor, jam-jam menunggu di halte, berdesak-desakan di busway yang penuh, dan hal yang sama terulang ketika pulang nanti. </div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Padahal saat-saat menunggu atau bosan di dalam bis itu adalah waktu dimana banyak cerita hadir dengan lebih mudah. Melihat penumpang yang beragam, yang melihat <i>smartphone </i>dan tak sengaja saya baca chat Whatsapp-nya, yang terantuk-antuk, yang membawa anak, yang terus melihat ke arah tempat duduk yang terisi penuh karena nampak kakinya sudah tidak kuat lagi berdiri.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Saya bisa dengan mudah membayangkan cerita-cerita lahir tentang ini. Tentang mereka yang pergi sejak pagi dan baru pulang di sore atau malah malam hari. Tentang gedung-gedung tinggi yang sering saya lihat dari bawah, yang setiap jendelanya pasti punya cerita tentang berbagai pekerja kantoran.<br />
<br />
Saya teringat bahwa beberapa tahun yang lalu, saya terbuka akan cerita-cerita kecil ini. Saya rajin dan antusias. Namun kemudian energi itu seakan mudah lenyap begitu saya menjadi salah satu dari orang-orang ini. </div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Ketika saya tahu bahwa semua orang di kota ini begitu rela melakukan banyak hal untuk satu hal. Ketika bekerja dan mendapat gaji yang mungkin tidak amat besar adalah harga yang mereka bayar untuk rela membuang-buang waktu di jalanan. Setiap hari saya melihat penumpang yang berbeda-beda dan ingin tahu bagaimana kehidupan mereka. Saya melihat wajah lelah, wajah ceria, wajah bosan, wajah-wajah yang hanya ingin bisa sampai ke rumah dengan tenang. Kadang saya berpikir, seperti apa keluarga mereka? Adakah yang datang dan menyambut mereka di depan pintu? Pikiran-pikiran kecil dan rumit yang seharusnya tetap saya pelihara agar saya bisa sadar bahwa saya masih mampu menulis. <i>Agar saya bisa meyakinkan diri saya, saya masih mampu menulis. </i></div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Tapi dengan mudah cerita-cerita dan keingintahuan itu takhluk oleh kemalasan. Keinginan saya hilang hanya begitu saya sampai kasur dan tertidur. Cerita-cerita dalam pikiran hanya berakhir untuk dilupakan. Saya menjadi apa yang biasa saya remehkan beberapa tahun lalu : makhluk-makhluk kosong yang hanya menjalani hari kosong. Tapi kemudian saya jadi lebih bisa menghargai. Mungkin memang kita hanya hidup seperti ini. Mungkin memang kita harus belajar untuk mencintai hal-hal kecil. Manusia hidup dengan pilihannya menjadi besar atau sederhana, dan tidak pernah ada yang salah. </div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Semoga saja tulisan ini bisa menjadi awal dari saya mulai menulis lagi. </div>
Maudy Puteri Agusdinahttp://www.blogger.com/profile/06587506727518674124noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-6305470386190594864.post-40558683511986901932017-11-25T14:26:00.003+07:002017-11-25T14:26:54.408+07:00<i>"Ini aneh gak sih kita udah seumur gini, orang pada umumnya udah kerja dan pada nikah, yang kita cari temen yang cocok satu aja susah."</i><div>
<br /></div>
<div>
- Chat 24 November 2017.</div>
Maudy Puteri Agusdinahttp://www.blogger.com/profile/06587506727518674124noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-6305470386190594864.post-84170207355285916162017-11-06T02:17:00.001+07:002017-11-06T12:09:30.452+07:00In Search of Midnight Kiss<br />
<div style="text-align: justify;">
<table align="center" cellpadding="0" cellspacing="0" class="tr-caption-container" style="margin-left: auto; margin-right: auto; text-align: center;"><tbody>
<tr><td style="text-align: center;"><img height="640" src="https://static.rogerebert.com/uploads/movie/movie_poster/in-search-of-a-midnight-kiss-2008/large_xF4oqHpW6SJe8Gno4kHwzDHPaS6.jpg" style="margin-left: auto; margin-right: auto;" width="424" /></td></tr>
<tr><td class="tr-caption" style="text-align: center;"><br /></td></tr>
</tbody></table>
<br />
Bagaimana kalau saya atau kita hanya jatuh cinta dengan konsep cinta itu sendiri. Bagaimana bila right person itu tidak pernah ada, hanya sekedar kita yang mencoba berusaha atau bahkan memaksakan hati untuk satu orang. Bagaimana kalau romansa itu tidak lebih hanya manipulasi perasaan kita sendiri, keinginan untuk begitu ingin merasakan bahagia walau sebenarnya ada ironi di belakangnya yang tidak pernah kita tahu (atau menolak kita pahami). Bagaimana kalau kita hanya kesepian dan cinta yang sempurna itu hanya hadir sekedar dalam gambar-gambar indah hitam putih yang kalau kita telaah lagi tidak sesempurna itu.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Lalu apa yang ingin kita temukan? Benarkah hidup hanya sekedar ini saja dan kita hanya ditinggalkan dengan segelintir pilihan? Belajar memaknai pahit sebagai manis dan belajar menerima patah hati. Film yang membuat saya berpikir lagi tentang pertemuan, "the right one" dan menerima. </div>
<div style="text-align: justify;">
<i><br /></i></div>
<div style="text-align: justify;">
<i>"Will you think of me next year at midnight?"</i></div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Dan mata saya pun tidak bisa menahan untuk tidak berkaca-kaca.</div>
<br />Maudy Puteri Agusdinahttp://www.blogger.com/profile/06587506727518674124noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-6305470386190594864.post-76535415431382415222017-07-09T23:06:00.004+07:002017-07-09T23:06:55.068+07:00From movie i saw last night."Keputusasaan adalah jalan dengan hambatan terkecil."<br />
<br />
Dalam artian yang buruk, bisa jadi seakan-akan tidak ada lagi yang tersisa. Hanya putus asa.<br />
<br />
Tapi dalam artian yang baik, bisa berarti nothing to lose. Karena harapan menawarkan jalan dengan hambatan yang lebih besar yaitu keinginan untuk bahagia dan berhasil. Putus asa tidak menawarkan apa-apa. Mungkin hanya sebuah pertanyaan,<i> seberapa jauh kita mampu merusak hidup kita sendiri?</i>Maudy Puteri Agusdinahttp://www.blogger.com/profile/06587506727518674124noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-6305470386190594864.post-44449776224769249772017-07-07T22:30:00.001+07:002017-07-07T22:30:35.004+07:00<div style="text-align: justify;">
Saat melamun tengah malam mungkin kita akan lebih mudah untuk berkhayal tentang apa saja. Mungkin tentang kesalahan-kesalahan yang kita lakukan. Tentang mengunjungi lagi saat-saat di masa lalu, bertanya apakah ada hal yang bisa kembali, diubah lagi, apakah yang akan terjadi bila kita memilih ini dan bukan itu... tapi kemudian kita menyadari bahwa menjadi orang dewasa sama dengan kita tidak sepenuhnya bisa mengontrol semua. </div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Mungkin seseorang dengan pernikahan yang tidak berjalan seindah yang ia bayangkan harus menghadapi perceraian. </div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Mungkin seseorang berharap besar memiliki masa depan yang indah tapi ternyata jauh dari bayangan.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Mungkin ada seseorang yang lain yang berharap lima tahun lagi ia akan melihat dirinya menikah. Tapi ternyata, lima tahun itu ia tetap menjadi lajang yang sama. </div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Mungkin orang-orang ini, mereka sering tidak bisa mengontrol pertanyaan akan penyesalan. Mungkin penyesalan itu datang kadang-kadang di tengah malam. Siapa tahu mereka memang menyesal atas keputusan mereka tapi mereka harus belajar untuk menerima kesalahan. Kesempurnaan hanya milik mereka yang masih muda, sementara mereka sudah sepenuhnya dewasa. </div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Saya tidak tahu kenapa menulis ini tapi saya belajar banyak bahwa hidup memang bisa semudah itu menjadi rapuh dan bisa pula semudah itu menjadi seakan megah dan kokoh. <i>Life is a joke, it is a bullshit, but deep from our heart, we still want to make it beautiful, priceless... meaningful. Because we are human. </i></div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
<i>And haven't you heard that human is so fucking stupid.</i></div>
Maudy Puteri Agusdinahttp://www.blogger.com/profile/06587506727518674124noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-6305470386190594864.post-60597748477904595802017-06-07T00:11:00.002+07:002017-06-07T00:12:43.284+07:00Dan Senyumlah<span style="font-size: small;"><i>"Menelusuri hening malam hari-harimu terlewatkan</i></span><span style="font-size: small;"><i> </i></span><br />
<span style="font-size: small;"><i>Kau hanya bicara berteman khayalan<br />
Kau tak mendapat jawaban"</i></span><br />
<span style="font-size: small;"><i><br />
</i></span><br />
Suka sekali dengan bagian lirik lagu ini. Lagunya memang enak. <br />
<br />
<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;">
<iframe allowfullscreen="" class="YOUTUBE-iframe-video" data-thumbnail-src="https://i.ytimg.com/vi/3EU2l9ZuOdM/0.jpg" frameborder="0" height="266" src="https://www.youtube.com/embed/3EU2l9ZuOdM?feature=player_embedded" width="320"></iframe></div>
<br />Maudy Puteri Agusdinahttp://www.blogger.com/profile/06587506727518674124noreply@blogger.com0