Kamis, 30 November 2017

Kembali.

Entah kapan terakhir kali saya menulis yang panjang dan bermakna disini. Bahkan untuk bercerita saja saya sudah terlalu malas. 

Entah karena energi yang sudah keburu habis untuk sekedar berangkat ke kantor, jam-jam menunggu di halte, berdesak-desakan di busway yang penuh, dan hal yang sama terulang ketika pulang nanti. 

Padahal saat-saat menunggu atau bosan di dalam bis itu adalah waktu dimana banyak cerita hadir dengan lebih mudah. Melihat penumpang yang beragam, yang melihat smartphone dan tak sengaja saya baca chat Whatsapp-nya, yang terantuk-antuk, yang membawa anak, yang terus melihat ke arah tempat duduk yang terisi penuh karena nampak kakinya sudah tidak kuat lagi berdiri.

Saya bisa dengan mudah membayangkan cerita-cerita lahir tentang ini. Tentang mereka yang pergi sejak pagi dan baru pulang di sore atau malah malam hari. Tentang gedung-gedung tinggi yang sering saya lihat dari bawah, yang setiap jendelanya pasti punya cerita tentang berbagai pekerja kantoran.

Saya teringat bahwa beberapa tahun yang lalu, saya terbuka akan cerita-cerita kecil ini. Saya rajin dan antusias. Namun kemudian energi itu seakan mudah lenyap begitu saya menjadi salah satu dari orang-orang ini. 

Ketika saya tahu bahwa semua orang di kota ini begitu rela melakukan banyak hal untuk satu hal. Ketika bekerja dan mendapat gaji yang mungkin tidak amat besar adalah harga yang mereka bayar untuk rela membuang-buang waktu di jalanan. Setiap hari saya melihat penumpang yang berbeda-beda dan ingin tahu bagaimana kehidupan mereka. Saya melihat wajah lelah, wajah ceria, wajah bosan, wajah-wajah yang hanya ingin bisa sampai ke rumah dengan tenang. Kadang saya berpikir, seperti apa keluarga mereka? Adakah yang datang dan menyambut mereka di depan pintu? Pikiran-pikiran kecil dan rumit yang seharusnya tetap saya pelihara agar saya bisa sadar bahwa saya masih mampu menulis. Agar saya bisa meyakinkan diri saya, saya masih mampu menulis. 

Tapi dengan mudah cerita-cerita dan keingintahuan itu takhluk oleh kemalasan. Keinginan saya hilang hanya begitu saya sampai kasur dan tertidur. Cerita-cerita dalam pikiran hanya berakhir untuk dilupakan. Saya menjadi apa yang biasa saya remehkan beberapa tahun lalu : makhluk-makhluk kosong yang hanya menjalani hari kosong. Tapi kemudian saya jadi lebih bisa menghargai. Mungkin memang kita hanya hidup seperti ini. Mungkin memang kita harus belajar untuk mencintai hal-hal kecil. Manusia hidup dengan pilihannya menjadi besar atau sederhana, dan tidak pernah ada yang salah. 

Semoga saja tulisan ini bisa menjadi awal dari saya mulai menulis lagi. 

Sabtu, 25 November 2017

"Ini aneh gak sih kita udah seumur gini, orang pada umumnya udah kerja dan pada nikah, yang kita cari temen yang cocok satu aja susah."

- Chat 24 November 2017.

Senin, 06 November 2017

In Search of Midnight Kiss




Bagaimana kalau saya atau kita hanya jatuh cinta dengan konsep cinta itu sendiri. Bagaimana bila right person itu tidak pernah ada, hanya sekedar kita yang mencoba berusaha atau bahkan memaksakan hati untuk satu orang. Bagaimana kalau romansa itu tidak lebih hanya manipulasi perasaan kita sendiri, keinginan untuk begitu ingin merasakan bahagia walau sebenarnya ada ironi di belakangnya yang tidak pernah kita tahu (atau menolak kita pahami). Bagaimana kalau kita hanya kesepian dan cinta yang sempurna itu hanya hadir sekedar dalam gambar-gambar indah hitam putih yang kalau kita telaah lagi tidak sesempurna itu.

Lalu apa yang ingin kita temukan? Benarkah hidup hanya sekedar ini saja dan kita hanya ditinggalkan dengan segelintir pilihan? Belajar memaknai pahit sebagai manis dan belajar menerima patah hati. Film yang membuat saya berpikir lagi tentang pertemuan, "the right one" dan menerima. 

"Will you think of me next year at midnight?"

Dan mata saya pun tidak bisa menahan untuk tidak berkaca-kaca.

Minggu, 09 Juli 2017

From movie i saw last night.

"Keputusasaan adalah jalan dengan hambatan terkecil."

Dalam artian yang buruk, bisa jadi seakan-akan tidak ada lagi yang tersisa. Hanya putus asa.

Tapi dalam artian yang baik, bisa berarti nothing to lose. Karena harapan menawarkan jalan dengan hambatan yang lebih besar yaitu keinginan untuk bahagia dan berhasil. Putus asa tidak menawarkan apa-apa. Mungkin hanya sebuah pertanyaan, seberapa jauh kita mampu merusak hidup kita sendiri?

Jumat, 07 Juli 2017

Saat melamun tengah malam mungkin kita akan lebih mudah untuk berkhayal tentang apa saja. Mungkin tentang kesalahan-kesalahan yang kita lakukan. Tentang mengunjungi lagi saat-saat di masa lalu, bertanya apakah ada hal yang bisa kembali, diubah lagi, apakah yang akan terjadi bila kita memilih ini dan bukan itu... tapi kemudian kita menyadari bahwa menjadi orang dewasa sama dengan kita tidak sepenuhnya bisa mengontrol semua. 

Mungkin seseorang dengan pernikahan yang tidak berjalan seindah yang ia bayangkan harus menghadapi perceraian. 

Mungkin seseorang berharap besar memiliki masa depan yang indah tapi ternyata jauh dari bayangan.

Mungkin ada seseorang yang lain yang berharap lima tahun lagi ia akan melihat dirinya menikah. Tapi ternyata, lima tahun itu ia tetap menjadi lajang yang sama. 

Mungkin orang-orang ini, mereka sering tidak bisa mengontrol pertanyaan akan penyesalan. Mungkin penyesalan itu datang kadang-kadang di tengah malam. Siapa tahu mereka memang menyesal atas keputusan mereka tapi mereka harus belajar untuk menerima kesalahan. Kesempurnaan hanya milik mereka yang masih muda, sementara mereka sudah sepenuhnya dewasa. 

Saya tidak tahu kenapa menulis ini tapi saya belajar banyak bahwa hidup memang bisa semudah itu menjadi rapuh dan bisa pula semudah itu menjadi seakan megah dan kokoh. Life is a joke, it is a bullshit, but deep from our heart, we still want to make it beautiful, priceless... meaningful. Because we are human. 

And haven't you heard that human is so fucking stupid.

Rabu, 07 Juni 2017

Dan Senyumlah

"Menelusuri hening malam hari-harimu terlewatkan 
Kau hanya bicara berteman khayalan
Kau tak mendapat jawaban"



Suka sekali dengan bagian lirik lagu ini. Lagunya memang enak.


Jumat, 02 Juni 2017

Ada pernah suatu pagi yang dingin. Ketika tidak ada tempat berpulang bernama rumah. Saat keluarga hanya bisa dibentuk oleh fantasi. Dan sentuhan, cinta, wajah-wajah bertumpukan, tapi tidak akan pernah bisa merasa... karena tidak ada yang nyata.

Pagi itu bisa datang kembali. Cepat atau lambat. Apakah ikhlas bisa menyenangkan dirinya sendiri? Apakah pasrah sudah lebih dari cukup? Meminta sama dengan keinginan. Dan kadang mungkin tidak ada jawaban selain batas antara bangun atau jatuh bila sudah waktunya...