Selasa, 18 Maret 2014

Jalan Pungkur, Menjelang Maghrib, Hujan dan Keinginan Untuk Punya Apartemen


Saat hujan lebat dan berlindung di bawah payung yang lemah, kadang kata-kata lebih lancar keluar dari dalam hati. Ketika taksi-taksi melintas, keinginan untuk memberhentikan salah satunya terus pergi ke suatu tempat entah apa selalu ada. Tadi saya spontan berpikir mau main ke BIP, mau nonton film, atau mau ke Gramedia saja buat beli buku kumpulan puisi. Tapi saya berpikir, gaji saya belum masuk (karena ada masalah sama rekening bank yang tak selesai-selesai) dan juga takut uangnya ludes sementara kebutuhan hidup saja masih morat-marit. Akhirnya lintasan pikiran itu saya coret dan buang jauh-jauh, meskipun rasanya saya lelah untuk pulang ke kosan dan pengen sekali ke suatu tempat yang saya tidak tahu dimana dan kemana.

Sepatu saya basah. Stocking saya pun mulai basah. Dingin sekali. Ide bodoh memang memakai stocking di tengah hujan lebat seperti ini. Bahkan kalaupun tubuh tak jadi mangsa hujan, kaki tetap mesti jadi korbannya. Dan saya cuma bisa menggigil pelan. Menatap mobil-mobil yang melesat didepan. Mendengar bising hujan yang menyebalkan. Merasakan cipratan air yang masih mengenai kulit walau memakai payung. Pikiran saya kemana-mana lagi.

Dan kali ini saya berandai-andai, apa saja yang dilakukan orang di tengah hujan lebat begini. Di saat saya berdiri di pinggiran warung dekat jalan Pungkur untuk berlindung menunggu hujan reda, apa yang sedang terjadi kepada semua orang di kota Bandung ini-----tepatnya di tempat-tempat lain? Pasti ada yang sedang nonton tv di rumah bersama keluarganya. Pasti ada yang tidur di kos, atau baru sampai di kos sambil memaki-maki kena basah hujan. Jangan-jangan sedang ada yang khusyuk bercinta dan memanfaatkan momentum hujan lebat. Jangan-jangan mereka orgasme di hotel atau apartemen pusat kota. Jangan-jangan ada seorang lelaki berumur 25 tahun, orang kaya, baru tiba dengan mobil yang melesat di tengah keriuhan hujan, menaiki lantai apartemen tempat ia tinggal, langsung melesat ke tempat tidur dan langsung bermimpi indah. Saya jadi membayangkan indahnya tinggal di apartemen. Ada AC... ada dapur... lampu yang bercahaya maksimal dan tidak redup... TV LCD.... pemandangan dari jendela yang indah... duh saya jadi pengen. Jadi pengen sekali.

Sambil berpikir bagaimana caranya saya bisa tinggal di apartemen (yang paling murah harga per bulannya adalah 2 jutaan, itu untuk harga rusunami) saya pun berjalan maju menerobos hujan. Pikiran tentang apartemen, tentang rusun, tentang hidup mandiri, tentang jadi orang kaya dan tentang banyak duit tetap menumpuk di dalam pikiran saya. Tetiba kepingan lirik lagu Lily Allen – The Fear menghambur di benak saya di tengah keramaian hujan.

‘’I wanna be rich... i wanna lots of money.... i dont care about clever i dont care about funny.”

Stocking saya resmi basah kuyup.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar